[Mengenang Masyumi]
Suatu kali, seorang teman mengirim pesan ini:
Masyumi umurnya hanya 15
tahun, tapi rasanya baru kemarin sore dia meninggalkan kita dan sekarang
kita merindukannya kembali. Tokoh2nya yg hebat, yg sudah selesai dg
dirinya sendiri, yg tidak ingin dilayani dan dihormati,karena mereka
sadar memimpin itu menderita. Masyumi memberikan pendidikan politik,
bernegara,berbangsa dan bernegara yg baik. Lihat,ketika partai ini
dibubarkan, Masyumi mencari keadilan lewat pengadilan walau hasilnya
sejak awal bisa ditebak. Bisa saja masyumi sbg partai besar mengerahkan
kadernya turun kejalan,tumpah ruah mencari kebijaksanaan. Tapi itu tidak
dilakukan, karena bisa menciptakan kegaduhan dan kesemerawutan negara
yg lebih parah. Bukankah itu pendidikan politik yg bagus, santun dan
beradab. Sebuah kebijaksanaan yg tidak mungkin berasal dari jiwa preman
politik. Masyumi tidak mengkooptasi, tapi memberikan gagasan baru, tidak
ada yg merasa asetnya d jarah Masyumi.
Tapi Masyumi melalui tokoh2nya itu, malah memberikan sumbangan yg besar bagi bangsa ini. Lihat Al-azhar, UII, UNISBA dll lahir berkat jasa2 mereka. Sering dicurangi tidak membuat mereka jadi licik, karena mereka sadar bahwa kemenangan bukanlah tujuan, tapi ridho Allah yg utama. Berjuang tidak hanya lewat konstituante tapi langsung terjun ke bawah, bahkan ketua umum Masyumi yg terakhir, Prawoto Mangkusasmito menghembuskan napas terakhir saat beliau mengunjungi petani di Banyuwangi yg sangat dicintainya itu. Cinta mereka terhadap Islam dan Indonesia, seakan2 memperlihatkan kpd kita bahwa mereka tidak lagi mencintai dirinya sendiri. Mereka pahlawan di hati umat dan syahid di mata Tuhan.
Bagaimana dg kita?
Komentar
Posting Komentar