Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Menilik Hikmah Dibalik Pertempuran Tebing Merah

Gambar
Sekuel film berjudul Red Ciff yang diambil dari novel Sam Kok ini cukup menarik untuk dicermati. John Woo mampu menyajikan sebuah epik menjadi sebuah film laga kolosal spektakuler. Fokus perhatian saya terletak pada pesan moral tentang kepemimpinan inspirasional yang disampikan dalam film ini. Pertama , sosok Liu Bei yang memimpin dengan hati, mengedepankan kebersamaan dan kemaslahatan. Salah satu adegan yang menurut saya sangat powerful adalah saat pertempuran Changban, dimana Liu Bei harus membawa pengungsi di tengah serbuan pasukan Cao Cao. Ketika seorang komandan melapor kepadanya, “Yang Mulia, para pengungsi ini memperlambat kita. Untuk mengurangi kerugian pasukan, kita sebaiknya meninggalkan mereka!” Liu Bei seketika itu langsung berang, “Apa?” katanya, “Mereka ini semua rakyat Han. Mereka di sini mengikuti kita karena Cao Cao menganiaya mereka. Jika kita tidak bisa menawarkan perlindungan kepada mereka, lalu apa artinya kita berperang?”. Adegan ini menggambarkan sosok pemimpi

Reforma Agraria Yang Menjadi Imajinasi

Mungkin hanya segelintir orang saja yang sadar, bahkan sekedar tahu saja tentang ada apa dengan dengan tanggal 24 September. Memang tanggal tersebut bukanlah hari kemerdekaan suatu negara seperti tanggal 17 Agustus yang setiap tahun dirayakan seantero rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke (hanya dirayakan, miris. Bagaimana dengan memaknai? Mengambil hikmah? Sudahkah?). Paling tidak, tanggal ini ‘pernah’ memberi harapan besar  bagi rakyat tani kita. Pasalnya, tanggal 24 September ditetapkan sebagai Hari Tani, hari kemenangan rakyat tani Indonesia dengan lahirnya Undang Undang Pokok Agraria (UUPA), dengan diletakkannya dasar-dasar bagi penyelenggaraan Landreform dalam lapangan pertanahan. UUPA ini memiliki tujuan besar agar rakyat tani kita merdeka dari imperialisme lahan dan tanah. Sejak Kemerdekaan, politik agraria telah dicanangkan Sang Founding Father, Bung Karno melalui pembentukan Panitia Agraria Yogyakarta, 1948, yang merupakan langkah mendasar mengarah pada perumusan UUPA

Dilema Mahasiswa

Salah satu asisten praktikum: “Iya, kuliah libur, ak tau dr teknisi lab kbp,teknisi tau dr jarkom pegawai.. Katax menurut skb 3 mentri n keputusan dekan, ugm libur”. Salah satu satpam: “Kayaknya sih libur mbak. Jarkoman yang saya dapet dari pak dekan sih gitu” Aseek... lumayan, bisa pulang kampung. Salah satu dosen: “MOHON DIPERHATIKAN: Ini pengumuman susulan dari WD2, kita TIDAK JADI LIBUR: Bpk/Ibu, meneruskan info dr WRS AKSM: Senin 16 Mei UGM tetap masuk. Pengumuman Pemerintah terlalu mendadak, apabila diikuti dpt menganggu jadwal. Jadi tetap tes ya. Tks” Yah.. ga jadi libur. Untung belumjadi berangkat pulang... Wadek 3: “Sampaikan keteman lain: senin libur. Mks” “Libur wae, silakan dinikmati masa libur panjang. Mks” Yang bener yang mana ya?! Libur atau ga sih? Dosen makul P*A: “Masuk.” Argh... bingung! Kajur: “ Insya Allah berangkat jam 8 an” Yaudah lah, kayaknya emang masuk... Salah satu mahasiswa: “Positif libur bray, kakak angkatan do wes entuk jarkom lib

Tidak Sekedar Kemandirian Pangan Apalagi Ketahanan Pangan

Tidak bisa dipungkiri lagi, kebutuhan manusia akan   pangan adalah perihal paling mendasar berkaitan dengan upayanya agar tetap bertahan hidup. Bahkan Bung Karno secara tegas mengatakan bahwa pangan adalah soal hidup atau mati. Maka, krisis pangan tidak hanya menyangkut hajat hidup orang banyak tetapi sesuatu yang menyangkut kebutuhan dasar setiap manusia. Krisis pangan menjadi salah satu isu yang tak henti-hentinya diperbincangkan dalam forum-forum kenegaraan tingkat global. Dalam World Economic Forum 12 Juni lalu, orang nomor satu di Indonesia, Presiden SBY menyampaikan bahwa   Asia perlu mengantisipasi ancaman akibat kelangkaan suplai pangan sebagai salah satu langkah mewujudkan Asia Pusat Globalisme Baru. Krisis pangan menjadi ancaman besar bagi setiap negara saat ini, terlebih dengan adanya perubahan iklim yang mengakibatkan penurunan secara drastis produktivitas pangan dunia. Di sisi lain, kebutuhan pangan dunia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi pendud

Indonesia: Agraris Berbasis Impor

Gambar
‘Agraris Berbasis Impor’, cukup menggelitik bagi kita bangsa Indosia. Kalimat tersebut merupakan salah satu judul artikel dalam buku karya Guru Besar UGM, Mochammad Maksum Machfoedz dalam salah satu buku terbarunya. Seperti biasanya, Sang Guru Besar masih tak bosan untuk membela para rakyat tani miskin (RTM) yang menjadi sorotan utama dalm buku ini. Menurut beliau, RTM merupakan the most disadvantage people dalam era pembangunan yang selama ini dicanangkan dilakukan pemerintah yang selalu sami’na wa ato’na terhadap firman-firman World Bank, IMF, WTO dan lembaga-lembaga atau negara-negara kapitalis yang bermain skenario liberal dalam tata niaga pangan Indonesia. Sebenarnya Rakyat Tani Miskin: Korban Terorisme Pembangunan Nasional merupakan buku kmupulan dari tulisan Mochammad Maksum Machfoedz yang pernah diterbitkan dalam Surat Kabr Harian Kedaulatan Rakyat. Penulis menyoroti berbagi problematika negara agraris yang sekian lama tak kunjung terselesaikan. Bermodal pengalamannya bergumul