Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2013

Air Mata Jogja

Gambar
Jogja, mengapa air matamu terus mendera? seharian kau menangis, kenapa tak kunjung reda juga? mungkinkah kau bersedih karna ulah pongah manusia? ataukah karna negeri ini terus dinodai dengan dosa-dosa? Jogja,   mereka, orang-orang yang terdzolimi di negeri sendiri, menginginkan kehidupan yang nyata namun, takdir belum juga menjawabnya hidup atau mati, rasanya sama saja Jogja, berhentilah menangis, mari berjuang bersama Tuhan, hapuslah air mata jogja Kosan lama, 03 April 2011 | kala Jogja diguyur hujan

Ragu

“ Aku berlindung kepada Allah dari keraguan hati, lisan atau tangan kepada-Mu. Tiada Rabb selain Engkau wahai Dzat yang Tiada Meragukan ” Dibutuhkan nyali yang besar untuk memulai, karena keberanian memulai adalah awal dari pembelajaran. Bukankah kita pembelajar? Atau sekedar pelajar? Dan ternyata dibutuhkan keberanian lebih untuk tetap bertahan, konsisten atau istiqamah . Terkadang kita (mungkin hanya aku, tidak kau) memang kalah dan terpaksa oleh kondisi, yang sejatinya kita bisa mengendalikannya. Jauh diatas sana, namun dekat dalam hati kita, ada Dzat yang Maha Mengendalikan dan Menguasai segala-galanya. Kita hanyalah butiran debu yang hanya mampu berencana dan berwacana. Selanjutnya, Dia yang Menguasa. Kewajiban kita hanya mengusahakan, berikhtiar sebaik-baiknya, sekuat-kuatnya. Mungkin usaha dan ikhtiarku belum sebaik dan sekuat engkau. Maaf. Suatu hal yang benar dan yang salah, secara mendasar batas-batasnya sudahlah jelas di mata hati dan akal pikiran kita. Kejelas

Press Release Gerakan Agro Berdaulat: Menyoal Ironi Negeri Agraris

17.000 pulau dengan luas 193 juta ha yang berjajar dengan tanah yang subur, hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati serta 500 juta ha laut yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke merupakan anugerah tiada tara bagi Indonesia yang patut untuk disyukuri bersama. Dengan potensi sumber daya alam dan hayati yang sedemikian rupa, pantas kiranya negeri ini menyematkan dirinya menjadi negeri agraris. Namun, ketika kembali menengok realita kondisi pertanian kita saat ini, masih pantaskah semat negeri agraris tersebut? Secara garis besar, sektor pertanian kita masih rapuh dan jauh tertinggal dengan negara lain. Kekuatan global yang menganut mazhab mekanisme pasar menjadikan Indonesia terseok-seok mengais gelontoran pangan murah dari tetangga seberang, untuk sekedar memenuhi kebutuhan perut sendiri. Alih-alih mengekspor berbagai produk pertanian yang ada, pasar dalam negeri justru dibanjiri produk impor murahan. Alih fungsi lahan pertanian saat ini terjadi akibat politik pemban

Yasudahlah

Gambar
Baiklah, aku akan mencoba biasa dengan ketidakbiasaan ini. Meski hal itu menyakitkan, biarlah. Hampa dan kering sekali rasanya, perbincangan dan diskusi panjang yang canggung dan nanggung. Berakhir pula dengan terpaksa, karena seharusnya belum berakhir. Yasudahlah, apa mau dikata. Aku hanya seorang teman yang berharap tak kehilangan teman. Sampai kapankah? Atau hanya sampai disini dan tidak sama sekali untuk besok dan selamanya?  Mungkin aku memang penakut, tak punya nyali apa-apa. Setidaknya, aku masih punya harapan.  12:16 pm, di pojok perpustakaan kampus kerakyatan (katanya)