Ragu
“Aku berlindung kepada Allah dari keraguan
hati, lisan atau tangan kepada-Mu. Tiada Rabb selain Engkau wahai Dzat yang
Tiada Meragukan”
Dibutuhkan
nyali yang besar untuk memulai, karena keberanian memulai adalah awal dari
pembelajaran. Bukankah kita pembelajar? Atau sekedar pelajar? Dan ternyata dibutuhkan
keberanian lebih untuk tetap bertahan, konsisten atau istiqamah. Terkadang kita (mungkin hanya aku, tidak kau) memang
kalah dan terpaksa oleh kondisi, yang sejatinya kita bisa mengendalikannya.
Jauh diatas sana, namun dekat dalam hati kita, ada Dzat yang Maha Mengendalikan
dan Menguasai segala-galanya. Kita hanyalah butiran debu yang hanya mampu
berencana dan berwacana. Selanjutnya, Dia yang Menguasa. Kewajiban kita hanya
mengusahakan, berikhtiar sebaik-baiknya, sekuat-kuatnya. Mungkin usaha dan
ikhtiarku belum sebaik dan sekuat engkau. Maaf.
Suatu
hal yang benar dan yang salah, secara mendasar batas-batasnya sudahlah jelas di
mata hati dan akal pikiran kita. Kejelasan itu menjadi buram dan kabur manakala
masuk dalam ranah-ranah cabang, ruang-ruang pengejawantahan, perihal furu’iyah kalau kata ajaran agama kita.
Seyogyanya, tujuan dan cara berjalan beriringan, bersama-sama menuju hakikat
kebenaran, kebaikan dan kemuliaan yang sama. Keduanya memang harus benar, tidak
boleh satu salah satu benar, apalagi salah semua. Itu logika dasarnya. Dan
perjalanan pengembaraan akal pikiran kita pun akhirnya terhenti pada soal benar
menurut siapa? Salah menurut siapa?
Terlalu
banyak kemungkinan bilamana kita memandang sesuatu yang berada dalam zona
abu-abu. Zona buram yang seringkali menghadirkan keraguan dan menggoyah
keyakinan. Bisa jadi seseorang selalu menganggap orang lain berada dalam zona
tersebut, sehingga kepercayaan dan keyakinannya tak pernah hadir, selalu
meragukan orang lain. Namun setiap insan dibekali hati dan nurani yang selalu
berteriak memberontak manakala kita berbuat salah. Tak peduli kita masih
mendengar atau tidak, yang jelas mereka menolak.
Kebenaran
yang hakiki, yang tak perlu dan tak boleh dipertentangkan lagi, adalah kebenaran yang datangnya dari
Dzat yang Maha Benar.
لَقَدْ جَاءكَ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّاَ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Sungguh, telah datang kebenaran
kepadamu dari Tuhan-mu, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk orang yang
ragu”
Semoga
kita bukan termasuk golongan orang yang ragu-ragu, atau meragukan. Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar