Sekuel film berjudul Red Ciff yang diambil dari novel Sam Kok ini cukup menarik untuk dicermati. John Woo mampu menyajikan sebuah epik menjadi sebuah film laga kolosal spektakuler. Fokus perhatian saya terletak pada pesan moral tentang kepemimpinan inspirasional yang disampikan dalam film ini. Pertama , sosok Liu Bei yang memimpin dengan hati, mengedepankan kebersamaan dan kemaslahatan. Salah satu adegan yang menurut saya sangat powerful adalah saat pertempuran Changban, dimana Liu Bei harus membawa pengungsi di tengah serbuan pasukan Cao Cao. Ketika seorang komandan melapor kepadanya, “Yang Mulia, para pengungsi ini memperlambat kita. Untuk mengurangi kerugian pasukan, kita sebaiknya meninggalkan mereka!” Liu Bei seketika itu langsung berang, “Apa?” katanya, “Mereka ini semua rakyat Han. Mereka di sini mengikuti kita karena Cao Cao menganiaya mereka. Jika kita tidak bisa menawarkan perlindungan kepada mereka, lalu apa artinya kita berperang?”. Adegan ini menggambarkan sosok pemimpi
Sudah dua malam ini sulit sekali tidur. Saya yang pelor (nempel molor) dan gampang sekali tidur kapanpun dimanapun, tak biasanya begini. Meski sudah berusaha memikirkan hal lain, yang terlintas justru memori bersama si Mbel ini saja. Oalah Mbel Mbel, cepet temen dolanmu nang dunyo . Mbel yang tak punya rasa dendam, walau sering saya sebut kemproh, kecer dan sering saya suruh ini itu karena ke- kecer -annya. Apikan tenan koe, Mbel. Mbel yang sandalnya hanyut di Samudera Pasifik, sepatunya raib hingga pakai sandal jepit ‘murahan’ saat di bandara Biak, bahkan akhirnya nyeker di bandara Juanda karena sandalnya putus. Tapi Mbel rela belikan sepatu untuk Nero, salah satu murid kami di SD Pariyem yang sepatunya hilang saat lomba 17 Agustus. Apikan tenan koe, Mbel. Mbel yang tangannya sobek tujuh jahitan karena terkena parang saat berburu sarang semut di hutan belantara Supiori. Hingga Mbel harus menulis dengan tangan kiri saat mengajar di sekolah. Sarang semut konon
Bismillah,, Tepat 1 tahun + 1 hari yang lalu, 21 Oktober 2012 kurikulum Sekolah Kastrat ini terselesaikan. Bermodal pengalaman dan hasil diskusi dengan beberapa senior. Yang terbersit di hati saya saat itu, masa depan adik-adik menghadapi tantangan di masa kepengurusan mendatang. Harapannya sekolah ini paling tidak bisa menjadi bekal bagi mereka. Tapi memang belum takdirnya, hingga akhirnya posting ini di blog pun sekolah ini belum terlaksana. Apa mau dikata, manusia hanya bisa berikhtiar dan berusaha. Semoga kurikulum amatir ini bisa terlaksana dan memberi kebermanfaatan, entah kapan masanya. Ridhailah Rabb.. *** A. Tujuan Umum Meningkatkan pemahaman dan kapasitas peserta dalam ranah kajian strategis Tumbuhnya kepekaan peserta terhadap isu-isu dunia islam serta terbentuknya kemampuan untuk mewacanakan isu yang strategis Terbentuknya kemampuan peserta dalam memilih, mengkaji, mengolah dan mengemas isu berdasarkan data dan informasi yang akurat Peserta memi
Komentar
Posting Komentar