Di permulaan tahun 2012 ini, kita disuguhkan kehebohan mencuatnya mobil domestik bermerek Kiat Esemka. Fenomena ini tak lepas dari peran walikota Solo yang cukup populer, Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi. Jokowi bertekad menjadikan mobil buatan anak-anak SMK bersama bengkel Karoseri Sukiat ini menjadi mobil dinas pejabat-pejabat Balai Kota Solo. Keberanian yang luar biasa memang. Ditengah ramainya para pejabat berbondong-bondong memamerkan mobil mewah, Jokowi lebih memilih menggunakan mobil bermesin 1500 cc seharga ±95 juta yang diciptakan oleh anak bangsa sendiri. Meski mendapat hujatan dari beberapa pejabat seperti Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, Jokowi dan Kiat Esemka justru mendapat apresiasi masif publik. Bukan saja telah menyita perhatian publik, tetapi juga menyita halaman dan menjadi headline beberapa media massa. Popularitas Kiat Esemka saat ini bukanlah tanpa proses dan usaha yang keras. 3-4 tahun anak bangsa dari Solo dan sekitarnya berlatih merakit mesin kemud...
Aku terhenti pada ayat ini, ayat yang hampir setiap pagi dan petang aku membacanya, “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu . Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui” (QS. Ar Rūm: 22) Bertutur menyebut nama-Mu, berdua-puluh-lima kami bulatkan tekad, kami harus hadir di tanah Papua! Bentangan laut, gunung, dan belantara hijau kami susuri. Bermula dari Yogyakarta menuju Surabaya melewati jalur darat, kemudian terbang menuju Biak via Makassar dan disambung kembali menembus jalur darat menuju tanah pengabdian, Distrik Supiori Timur. Bergerak cepat waktu kemudian. Saban hari kami bercengkerama bersama wajah-wajah lugu berterus terang, hingga kami hanyut dalam kehidupan masyarakat tiga kampung ini: Sorendiweri, Sauyas dan Wafor. Disini, kami memaknai dan menghikmahi perbedaan dalam bingkai cinta kasih… *** Adalah kasih ketika kau pe...
Malam Pertama 23 September 2016 malam saya menerobos gelapnya jalan ditengah-tengah hutan menuju kaki Gunung Inerie. Saya bertolak dari Ruteng ke Bajawa, kemudian dijemput oleh Andre, Mbak Brina dan Om Falen. Andre dan Mbak Brina merupakan rekan kerja di INDECON, sedangkan om Falen adalah ketua LPPT (Lembaga Pengembangan Pariwisata Tololela). Kali ini saya ditugaskan ke kampung adat di kawasan Jerebuu, Tololela. Kebetulan sekali saat saya tiba di Tololela, listrik sedang padam. Bersyukur saat langit sedang tidak mendung sehingga ribuan bintang bertaburan indah di Tololela. Literally a sky full of stars! Berbekal senter, saya coba menerawang bagaimana wujud Sa’o (rumah adat suku Ngadha) di kampung ini. Saat memasuki tanah lapang di tengah kampung, tampak ada 4 rumah kecil dengan atap limas dari daun ilalang. Rupanya itulah yang disebut Bhaga. Di seberangnya, terdapat 4 atap kerucut yang disangga tiang hitam. Inilah yang disebut Ngadhu. Bhaga merupakan simbol nenek moyang pe...
Komentar
Posting Komentar