Sejenak di Jakarta



Desing suara Kereta Api Sembrani memecah hening peron stasiun KA Tawang. 31 Juli 2018 malam adalah kali pertama saya menjejakkan kaki di stasiun yang berlokasi di Ibu kota Jawa Tengah ini. Kali pertama juga mencecap kereta api kelas eksekutif (dibayarkan kantor FYI, hehe). Biasanya, KA kelas ekonomi yang mengantarkan saya ke tempat-tempat peraduan. Bertolak dari Semarang pukul 22.00 WIB, Jakarta adalah tujuan perjalanan saya malam itu. Terakhir kali saya ke Jakarta awal Desember tahun lalu, saat resign dari INDECON (Indonesia Ecotourism Network) ditemani kepingan-kepingan memori kelana di Flores yang akan selalu saya syukuri.

Kereta Api Sembrani

Pukul 4.20an saya sampai di stasiun KA Gambir, kemudian menuju penginapan di daerah Setia Budi dengan Grab Car. Setelah shalat subuh dan rehat sebentar, saya bersiap-siap menuju ke kantor di Menara Duta Building. Bermodalkan Google maps, sampai juga saya di kantor baru: Plan International Indonesia. Bismillah, project baru! Com-dev yeay!

Project Baru

Perjalanan hingga sampai pada keputusan bekerja di NGO lagi sejujurnya tidak sesuai dengan rencana awal saat selesai tugas di Flores. Saya berencana akan fokus menjalankan wirausaha Wedangbanimansyur di rumah, dekat dengan orang tua dan setiap hari bisa bermain dengan keponakan-keponakan yang sedang lucu-lucunya. 5 bulan berjalan, hati saya mulai terusik. Rasa bosan mulai datang. Berbagai pertanyaan terus bermunculan dalam pikiran.

Apa iya hidupmu cuma dihabiskan untuk berwirausaha sendiri?

Bukankah nilai ini yang kamu pegang: we rise by empowering others?

Tapi gimana Wedangbanimansyur? Siapa yang ngurus kalo kamu tinggal kerja?

Saya merasa hidup saya kurang berfaedah, waktu banyak terbuang untuk memikirkan hal-hal yang sebenarnya sudah Allah tetapkan meski masih misteri dan harus diikhtiarkan (read: jodoh, haha). Bulan keenam di rumah, segala kegalauan tersebut semakin menjadi. Iseng-iseng saya membuka fb Lowongan Kerja NGO. Ada lowongan: GIRL Project Supervisor, Semarang - Plan International Indonesia. Masih galau, daftar nggak daftar nggak daftar nggak … Beberapa hari sebelum lebaran, jari-jari ini terus berselancar di keyboard dan mengirimkan aplikasi, walau masih banyak keraguan.

Skenario Allah memang tak terduga. 5 Juli 2018 interview pertama dengan Program Manager, 17 Juli 2018 interview dengan tim HR dan  18 Juli dengan Line Manager. Dari 3 interview, 2 terakhir via Skype berjam-jam sampai telinga panas. 25 Juli 2018, saya resmi diterima di Plan. Alhamdulillah! Kalau kata Ibuk, mungkin ini jawaban dari doa-doa beliau: semoga saya mendapatkan pekerjaan di sekitar Jawa Tengah dengan pekerjaan yang sesuai passion. Ah the power of doa Ibuk memang dahsyat.

Sekitar seminggu menjalani induction di country office Jakarta, saya senang bisa belajar banyak hal dan bertemu orang-orang yang inspiratif serta banyak memberi insight baru. FYI, Plan International adalah lembaga kemanusiaan yang fokus untuk memperjuangkan hak anak dan kesetaraan bagi perempuan. Selain overview project yang akan saya pegang, disini saya juga belajar safeguarding (child protection), gender equality, SAP, PROMPT, dll. International Headquarter Plan International berada di UK, dengan anggota yang tersebar di 75 negara.  Berhubung lembaga ini sudah cukup tua (read: senior) dan berstandar internasional, maka tuntutannya juga tentu lebih dari yang biasa. Kalau dibandingkan dengan pekerjaan di tempat yang sebelumnya (INDECON), beban kerja saya 2 kali lipat lebih besar.

Saya diamanahi untuk memegang GIRL (Go Invest in Real Life) Project yang berlokasi di Semarang dan Temanggung. Project ini memiliki tujuan besar untuk membantu anak-anak muda marjinal, terutama anak muda perempuan untuk memperoleh peluang ekonomi melalui pengembangan wirausaha mikro. Sebagai Project Supervisor, saya harus meng-handle budget, merancang pelatihan, membangun kemitraan dengan berbagai stakeholders, rekrutmen peserta, implementasi program, reporting ke donor, dan mengurus printilan-printilan lainnya. Doakan saya mampu mengemban amanah ini sehingga bisa mendatangkan kebermanfaatan yang lebih besar.

Melipat Jarak, Mengobati Rindu

Selain soal pekerjaan, yang membuat Jakarta menjadi magnet adalah teman-teman di circle terdekat sebagian besar ada disini. Sebut saja teman-teman Nozomika (IC 13), teman-teman Garda, teman-teman Pegas (partners in crime jaman SMP) dan teman-teman KKN Supiori Tiada Dua. Berjumpa dengan mereka adalah hal yang rasanya sayang untuk dilewatkan, apalagi di tengah kesibukan masing-masing yang banyak menyita waktu. Maka, sebisa mungkin saya meluangkan waktu untuk menyambangi orang-orang berharga ini: melipat jarak, mengobati rindu. Maka benar kiranya bahwa kehadiran teman-teman dalam hidup kita adalah salah satu nikmat Allah yang harus dijaga. Saling mengingatkan dalam kebaikan, berbagi suka dan duka, nostalgia dan menertawakan masa alay bersama, juga saling menyebut nama dalam doa-doa sunyi yang mengangkasa. Time spent with them is never wasted, it is spirit charging.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menilik Hikmah Dibalik Pertempuran Tebing Merah

Mbel

Kurikulum Sekolah Kajian Strategis