Melepas Kepergiannya

Rasa kehilangan itu justru menderu setelah kutinggalkan Solo. Sosok sederhana, dermawan, penyayang dan pekerja keras itu kini telah tiada. Allah memanggil Simbah 2 hari yang lalu. Hingga wafatnya, Simbah belum sadar dari komanya yang bermula di kamis pagi. Alhamdulillah aku diizinkan Allah menata hati untuk mengikhlaskan sejak Simbah koma. Air mata ini tak tertahankan ketika kulihat selang bantuan dipasang di sekujur tubuhnya. Tubuh yang sudah tua itu kini terbujur dengan baju hijau, baju pasien gawat darurat.



Sabtu pagi, kudapati tangan dan kakinya sudah dingin dan pucat, meski hembusan nafasnya masih terlihat dan terasa jelas. Firasatku akan kepergian Simbah terus mendera, walau ingin rasanya kutepis dan kubuang jauh-jauh. 

12.50 WIB. Aku barusaja kembali dari kantin RS. Moewardi ketika Ibu berjalan terburu-buru menghampiriku, mengabarkan bahwa Simbah telah kembali pada Dzat Sang Pemberi Nyawa. Innaalillaahi wa inna ilaihi raaji’uun.. aku segera berlari menuju ruang dimana Simbah dirawat. Jasad itu tak lagi dililit dengan selang-selang. Jarik batik kini menutupi sekujur tubuhnya, juga wajah keriput yang melukiskan kerja keras dan kesederhanaan. Kulihat Om, Budhe, Bulek dan Sepupuku yang semuanya menangis tumpah ruah. Allah memudahkan jalannya untuk kembali ke kampung halaman, kampung akhirat. Insya Allah khusnul khatimah..

Satu hal yang sangat Ibu khawatirkan setelah dikabari Simbah koma adalah, bagaimana keadaan simbah yang koma dengan tubuh bungkuknya? Bungkuknya Simbah memang tak tanggung-tanggung. Hampir 60 derajat. Tidurpun harus menghadap samping. Namun, kekhawatiran Ibu terjawab sudah. Begitu Allah Maha Memuliakan hambaNya. Tubuh Simbah lurus, tiada halangan untuk telentang. 

Kebaikan Allah memang tiada henti. Di akhir hayatnya, Simbah justru lebih cantik dan lebih putih dari biasanya. Subhanallah..

Tidak selesai disitu. Aku sangat tidak menyangka begitu banyak orang yang berebut untuk memandikan jenazah Simbah. Bahkan untuk sekedar menyiramkan air satu gayung sekalipun!
Ya Allah, semoga kemuliaan yang Engkau berikan tiada berhenti. Hanya dengan rahman dan rahim mulah kami menjadi hamba yang berutung. 

Allahummaghfirlahaa, warhamhaa, wa ‘afihaa, wa’fu ‘anha.
Waakrim nuzulahaa, wa wassi’ madkhalahaa.
Waj’alha min ahlal jannah...

Rasa kagumku akan Simbah semakin menjadi ketika kudengarkan cerita tetangga tadi malam. Mereka bilang, Simbah merupakan orang yang selalu meminta maaf meski tak pernah bersalah. Selain itu, Simbah juga penyayang binatang. Bahkan, dulu ketika ada sapi yang melahirkan Simbah akan mengadakan syukuran sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah menganugerahkan nikmat. Simbah, we will miss you forever after..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menilik Hikmah Dibalik Pertempuran Tebing Merah

Mbel

Kurikulum Sekolah Kajian Strategis